1.
Pengertian
Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak
atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada
pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di
dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran
dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis
pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat
pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran
yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
2.
Pendekatan Konstruktivisme
A. Pengertian
Dan Ruang Lingkup Teori Konstruktivistik
Menurut faham konstruktivistik pengetahuan merupakan
konstruksi (bentukan) dari orang yang mengenal sesuatu (skemata). Pengetahuan
tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang
mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan
merupakan proses kognitif di mana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk
mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema (jamak: skemata)
yang baru. Seseorang yang belajar itu berarti membentuk pengertian atau
pengetahuan secara aktif dan terus-menerus (Suparno, 1997).Kontruksi berarti
bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme adalah
suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern.
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi)
pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit
demi sedikit,yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak
sekonyong-konyong.Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau
kaidah yang siap untuk diambil dan diingat.Manusia harus mengkontruksi
pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Teori Konstruktivistik
didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif,yaitu tindakan
mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari.Konstruktivistik
sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan
kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman.
Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Pendekatan konstruktivistik mempunyai beberapa konsep umum seperti:
§
Pelajar
aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
§
Dalam
konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
§
Pentingnya
membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling
mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
§
Unsur
terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara
aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah
ada.
§
Ketidakseimbangan
merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila
seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan
pengetahuan ilmiah.
§
Bahan
pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar
untuk menarik minat pelajar.
Salah satu teori atau
pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme
adalah teori perkembangan mental Piaget.Teori ini biasa juga disebut teori
perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif.Teori belajar
tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap
perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa.Setiap tahap perkembangan
intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam
mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak
berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).
Menurut Wheatley (1991: 12)
berpendapat dengan mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori
belajar konstrukltivisme.Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara
pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa.Kedua, fungsi kognisi
bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang
dimiliki anak.
Dari pengertian di atas
menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara aktif dalam proses
pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui
lingkungannya. Bahkan secara spesifik Hudoyo (1990: 4) mengatakan bahwa
seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada
apa yang telah diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu
materi yang baru, pengalamanbelajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi
terjadinya proses belajar tersebut.
Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang
perlu diperhatikan dalam teori belajar konstruktivisme, Hanbury (1996: 3)
mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran, yaitu:
1)
siswa
mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki
2)
pembelajaran
menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti
3)
strategi
siswa lebih bernilai
4)
siswa
mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu
pengetahuan dengan temannya.
B. Tujuan Teori
Konstruktivistik
ü
Adanya motivasi untuk siswa bahwa
belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
ü
Mengembangkan kemampuan siswa untuk
mengejukan pertanyaan dan mencari sendiripertanyaannya.
ü
Membantu siswa untuk mengembangkan
pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
ü
Mengembangkan kemampuan siswa untuk
menjadi pemikir yang mandiri.
ü
Lebih menekankan pada proses belajar
bagaimana belajar itu.
C.
Ciri-ciri Pembelajaran Konstruktivistik
Ada sejumlah ciri-ciri proses
pembelajaran yang sangat ditekankan oleh teori konstruktivisme, yaitu:
a)
Memberi peluang kepada murid membina
pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia sebenar
b)
Menggalakkan soalan/idea yang dimul
akan oleh murid dan menggunakannya sebagai panduan merancang pengajaran.
c)
Menyokong pembelajaran secara
koperatif Mengambilkira sikap dan pembawaan murid
d)
Mengambilkira dapatan kajian
bagaimana murid belajar s esuatu idea
e)
Menggalakkan & menerima daya
usaha & autonomimurid
f)
Menggalakkan murid bertanya dan berdialog
dengan murid & guru
g)
Menganggap pembel ajaran sebagai
suatu proses yang sama penti ng dengan hasil pembel ajaran
h)
Menggalakkan proses inkuirimurid mel
alui kajian dan eksperimen
D.
Prinsip-Prinsip
Konstruktivistik
Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme
yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah:
§ Pengetahuan
dibangun oleh siswa sendiri
§ Pengetahuan
tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan murid
sendiri untuk menalar
§ Murid
aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan
konsep ilmiah
§ Guru
sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan
lancar.
§ Menghadapi
masalah yang relevan dengan siswa
§ Struktur
pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan
§ Mmencari
dan menilai pendapat siswa
§ Menyesuaikan
kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling
penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada
siswa.siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru
dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi
menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan
dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka
sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana
tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat penemuan
E.
Hakikat Anak Menurut Pandangan Teori
Belajar Konstruktivistik
Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak
diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan.Bahkan,
perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif
memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan
kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan
ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan (Poedjiadi, 1999: 61).
Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan
kognitif anak dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan
anak mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak.
Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya
menurut pandangan konstruktivisme, Driver dan Bell (dalam Susan, Marilyn dan
Tony, 1995: 222) mengajukan karakteristik sebagai berikut:
1)
siswa tidak dipandang sebagai
sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan
2)
belajar mempertimbangkan seoptimal
mungkin proses keterlibatan siswa
3)
pengetahuan bukan sesuatu yang
datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal
4)
pembelajaran bukanlah transmisi
pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas
5)
kurikulum bukanlah sekedar
dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber.
Pandangan tentang anak dari kalangan
konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar
kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran
seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang
dimilikinya. Belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skemata
sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekedar
tersusun secara hirarkis (Hudoyo, 1998: 5).
Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa
belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor
intern pada diri pebelajar dengan faktor ekstern atau lingkungan, sehingga
melahirkan perubahan tingkah laku.
Berikut
adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan
intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa jugaa disebut tahap
perkembagan mental. Ruseffendi (1988: 133) mengemukakan:
o perkembangan
intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan
urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-urutan
tersebut dan dengan urutan yang sama
o tahap-tahap
tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan,
pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang
menunjukkan adanya tingkah laku intelektual
o gerak
melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration),
proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman
(asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi).
Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget,
konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar
bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun
fisik.Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks
sosial budaya seseorang (Poedjiadi, 1999: 62). Dalam penjelasan lain Tanjung
(1998: 7) mengatakan bahwa inti konstruktivis Vigotsky adalah interaksi antara
aspek internal dan ekternal yang penekanannya pada lingkungan sosial dalam
belajar.
F.
Kelebihan dan Kelemahan Teori Konstrutivistik
Pada dasarnya tidak terdapat
pendekatan, strategi, metode, gaya atau pola mengajar yang paling baik untuk semua
materi pelajaran, yang ada adalah sesuai atau tidak dengan materi pelajaran
pada waktu dan kondisi pelaksanaannya. Oleh karena itu guru diharapkan
menguasai berbagai macam pendekatan, strategi, metode, gaya atau pola mengajar
sebab setiap pendekatan, strategi, metode, gaya atau pola mengajar memiliki
kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan
Adapun kelebihan dari pembelajaran berdasarkan
konstruktivistik adalah sebagai berikut:
1)
Memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa
sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa memberikan
penjelasan tentang gagasannya.
2)
Memberi pengalaman yang berhubungan
dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan
dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka tentang
fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa
terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang
menantang siswa.
3)
Memberi siswa kesempatan untuk
berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif,
imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan
gagasan-gagasan pada saat yang tepat.
4)
Memberi kesempatan kepada siswa
untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan
diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang telah dikenal maupun yang
baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai strategi belajar.
5)
Mendorong siswa untuk memikirkan
perubahan gagasan mereka setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi
kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
6)
Memberikan lingkungan belajar yang
kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan
menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.
Kelemahan
Adapun
kekurangan dari pembelajaran berdasarkan konstruktivistik adalah sebagai
berikut:
§ Siswa
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi
siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ilmuan sehingga menyebabkan
miskonsepsi.
§ Konstruktivistik
menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal ini pasti
membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang
berbeda-beda.
§ Situasi dan
kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki sarana
prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas siswa.
G.
Hakikat Pembelajaran
Menurut Teori Belajar Konstruktivistik
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa menurut teori
belajar konstruktivisme, pengertahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari
pikiran guru ke pikiran siswa.Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental
membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang
dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kcil
yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.
Sehubungan dengan hal di atas, Tasker (1992: 30)
mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai
berikut.Pertama adalahperan aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara
bermakna.Kedua adalah pentingya membuat kaitan antara gagasan dalam
pengkonstruksian secara bermakna.Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan
informasi baru yang diterima.
Wheatley (1991: 12) mendukung pendapat di atas
dengan mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar
konstrukltivisme.Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif,
tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa.Kedua, fungsi kognisi bersifat
adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki
anak.
Kedua pengertian di atas menekankan bagaimana
pentingnya keterlibatan anak secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah
gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungannya. Bahkan
secara spesifik Hudoyo (1990: 4) mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah
mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui
orang lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu materi matematika yang
baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya
proses belajar matematika tersebut.
Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar
konstruktivisme, Tytler (1996: 20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan
dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut:
a)
memberi kesempatan
kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri
b)
memberi kesempatan
kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih
kreatif dan imajinatif
c)
memberi kesempatan
kepada siswa untuk mencoba gagasan baru
d)
memberi pengalaman yang
berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa,
e)
mendorong siswa untuk
memikirkan perubahan gagasan mereka
f)
menciptakan lingkungan
belajar yang kondusif.
H.
Proses Belajar Menurut
Konstrukvistik
Pada
bagian ini akan dibahas proses belajar dari pandangan kontruktifistik dan dari
aspek-aspek si belajar, peranan guru, sarana belajar, dan evaluasi belajar.
1.
Proses belajar, kontruktivistik secara
konseptual proses belajar jika dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai
perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar kedalam diri siswa
kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada
pemuktahiran struktur kognitifnya. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi prosesnya dari pada segi
perolehan pengetahuan dari pada fakta-fakta yang terlepas-lepas.
2.
Peranan siswa, menurut pandangan ini
belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus
dilakukan oleh si belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir,
menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru
memang dapat dan harus mengambil prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi
peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan
adalah terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa itu sendiri.
3.
Peranan guru, dalam pendekatan ini
guru atau pendidik berperan membantu agar proses pengkontruksian pengetahuan
oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang telah
dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sebdiri.Peranan
kunci guru dalam interaksi pendidikan adalah pengendalian, yang meliputi:
ü Menumbuhkan
kemandiriran dengan menyediakan kesempatan untuk mengambil keputusan dan
bertindak.
ü Menumbuhkan
kemampuan mengambil keputusan dan bertindak, dengan meningkatkan pengetahuan
dan ketrampilan siswa.
ü Menyediakan
sistem dukungan yang memberikan kemudahan belajar agar siswa mempunyai peluang
optimal untuk berlatih.
4.
Sarana belajar,pendekatan ini menekankan
bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam
mengkontruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media,
peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu
pembentukan tersebut.
5.
Evaluasi, pandangan ini
mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai
pandangan dan interpretasi terhadap realitas, kontruksi pengetahuan, serta
aktifitas-aktifitas lain yang didasarkan pada pengalaman.
I.
Implikasi Konstruktivistik Pada Pembelajaran
a)
Setiap guru akan pernah
mengalami bahwa suatu materi telah dibahas dengan jelas-jelasnya namun masih
ada sebagian siswa yang belum mengerti ataupun tidak mengerti materi yang
diajarkan sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa seorang guru dapat mengajar
suatu materi kepada sisiwa dengan baik, namun seluruh atau sebagian siswanya
tidak belajar sama sekali. Usaha keras seorang guru dalam mengajar tidak harus
diikuti dengan hasil yang baik pada siswanya. Karena, hanya dengan usaha
yangkeras para siswa sedirilah para siswa akan betul-betul memahami suatu
materi yang diajarkan.
b)
Tugas setiap guru dalam
memfasilitasi siswanya, sehingga pengetahuan materi yang dibangun atau
dikonstruksi para siswa sendirisan bukan ditanamkan oleh guru. Para sisiwa harus
dapat secara aktif mengasimilasikan dan mengakomodasi pengalaman baru kedalam
kerangka kognitifnya.
c)
Untuk mengajar dengan
baik, guru harus memahami model-model mental yang digunakan para siswa untuk
mengenal dunia mereka dan penalaran yang dikembangkandan yang dibuat para
sisiwa untuk mendukung model-model itu.
d)
Siswa perlu
mengkonstruksi pemahaman yang mereka sendiri untuk masing-masing konsep materi
sehingga guru dalam mengajar bukannya “menguliahi”, menerangkan atau
upaya-upaya sejenis untuk memindahkan pengetahuan pada siswa tetapi menciptakan
situasi bagi siswa yang membantu perkembangan mereka membuat
konstruksi-konstruksi mental yang diperlukan.
e)
Kurikulum dirancang
sedemikian rupa sehingga terjadisituasi yang memungkinkan pengetahuan dan
keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik.
f)
Latihan memecahkan
masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis
masalah dalam kehidupan sehari-hari.
g)
Peserta didik
diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai dengan
dirinya. Guru hanya sebagai fasilitator, mediator, dan teman yang membuat
situasi kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta
didik. Sedangkan pandangan konstruktivisme tentang belajar adalah
sebagai berikut:
§ Konstruktivisme
memandang bahwa pengetahuan non objektif, bersifat temporer, selalu berubah dan
tidak menentu.
§ Belajar
adalah penyusunan pengetahuan dari dari pengalaman konkrit, aktifitas
kolaboratif dan refleksi dan interpretasi.
§ Si belajar
akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung
pengalamannya dan persepektif yang didalam menginterprestasikannya.
3.
Pendekatan
Inkuiri
A.
Pengertian Pembelajaran Inkuiri
Metode inkuiri adalah cara untuk menyampaikan sesuatu agar
tercapai tujuan, cara melaksanakan, cara menyelidiki, taktik, siasat
(Poerwadarminto, 1976). Metode Inkuiri adalah menanyakan, meminta keterangan
atau menyelidiki, penyelidikan (Soedanyo, 1990).Metode Inkuiri dalam bahasa Inggris
“Inquiri”, berarti pertanyaan,pemeriksaan, atau penyelidikan (Gulo, 2002).
Metode inkuiri adalah suatu pola untuk membantu para siswa belajar merumuskan
dan menguji pendapatnya sendiri dan memiliki kesadaran akan kemampuannya.
(Suchman ,1996). Metode inkuiri adalah strategi mengajar yang memungkinkan para
siswa mendapatkan jawabannya sendiri.(Jones, 1997).
Metode
inkuiri adalah suatu metode yang menekankan pengalaman-pengalaman belajar yang
mendorong siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip (Widja, 1985). Metode
inkuiri adalah cara penyajian pelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa
untuk menemukan informasi dengan atau tanpa bantuan guru (Sumantri,1998).
Metode inkuiri adalah merupakan proses belajar yang memberikan kesempatan pada
siswa untuk menguji dan menafsirkan problema secara sistematika yang memberikan
konklusi berdasarkan pembuktian. (Nasution 1992 : 128). Metode inkuiri
merupakan perluasan metode discovery yang artinya suatu proses mental yang
lebih tinggi tingkatannya misalnya merumuskan problema, merancang eksperimen,
melaksanakan eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis dan membuat kesimpulan
(Sri Anitah , 2001:4).
Berdasarkan beberapa pengertian yang tersebut di atas metode
inkuiri adalah suatu cara yang digunakan dalam proses pembelajaran sehingga
siswa mempunyai kemampuan untuk bertanya, memeriksa, atau menyelidiki sesuatu.
yang melibatkan seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara
sistematis,kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri.
B. Tingkatan Inkuiri
Ada tiga tingkatan inkuiri berdasarkan variasi bentuk
keterlibatannya dan intensistas keterlibatan siswa, yaitu:
1) Inkuiri tingkat pertama
Inkuiri tingkat pertama merupakan kegiatan inkuiri dengan
masalah dikemukakan oleh guru atau bersumber dari buku teks kemudian siswa
bekerja untuk menemukan jawaban terhadap masalah tersebut di bawah bimbingan
yang intensif dari guru. Inkuiri tipe ini, tergolong kategori inkuiri
terbimbing (guided Inquiry) menurut kriteria Bonnstetter (2000), sedangkan
Marten Hansen (2002), Oliver - Hoyo, et al (2004) dan Orlich , et al (1998)
menyebutnya sebagai pembelajaran penemuan (discovery learning) karena
siswa dibimbing secara hati-hati untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang
dihadapkan kepadanya.
Dalam inkuiri terbimbing kegiatan belajar harus dikelola
dengan baik oleh guru dan keluaran pembelajaran sudah dapat diprediksikan sejak
awal.Inkuiri jenis ini cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran mengenai
konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang mendasar dalam bidang ilmu tertentu.
Orlich, et al (1998) menyatakan ada beberapa karakteristik dari inkuiri
terbimbing yang perlu diperhatikan yaitu:
a)
Siswa mengembangkan kemampuan berpikir melalui observasi spesifik
hingga
membuat inferensi atau generalisasi.
b)
Sasarannya adalah mempelajari proses mengamati kejadian atau obyek kemudian
menyusun generalisasi yang sesuai.
c)
Guru mengontrol bagian tertentu dari pembelajaran misalnya kejadian, data,
materi dan berperan sebagai pemimpin kelas.
d)
Tiap-tiap siswa berusaha untuk membangun pola yang bermakna berdasarkan hasil
observasi di dalam kelas.
f
) Kelas diharapkan berfungsi sebagai laboratorium pembelajaran.
g).
Biasanya sejumlah generalisasi tertentu akan diperoleh dari siswa.
h).Guru
memotivasi semua siswa untuk mengkomunikasikan hasil generalisasinya sehingga
dapat dimanfaatkan oleh seluruh siswa dalam kelas.
2) Inkuiri Bebas
Inkuiri tingkat kedua dan ketiga Callahan et al , dan
Bonnstetter mengkategorikan sebagai inkuiri bebas (unguided Inquiry).
Menurut Orlich, et al inkuiri bebas merupkan kegiatan siswa yang difasilitasi
untuk dapat mengidentifikasi masalah dan merancang proses penyelidikan. Siswa
dimotivasi untuk mengemukakan gagasannya dan merancang cara untuk menguji
gagasan tersebut. Siswa diberi motivasi untuk melatih keterampilan berpikir
kritis seperti mencari informasi, menganalisis argumen dan data, membangun dan
mensintesis ide-ide baru, memanfaatkan ide-ide awalnya untuk memecahkan masalah
serta menggeneralisasikan data. Guru berperan dalam mengarahkan siswa untuk
membuat kesimpulan tentatif yang menjadikan kegiatan belajar lebih menyerupai
kegiatan penelitian seperti yang biasa dilakukan oleh para ahli. Beberapa
karakteristik yang menandai kegiatan inkuiri bebas ialah:
a)
Siswa mengembangkan kemampuannya dalam melakukan observasi khusus untuk membuat
inferensi.
b)
Sasaran belajar adalah proses pengamatan kejadian, obyek dan data yang kemudian
mengarahkan pada perangkat generalisasi yang sesuai
c)
Guru hanya mengontrol ketersediaan materi dan menyarankan materi inisiasi.
d)
Dari materi yang tersedia siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan tanpa
bimbingan guru
e)
Ketersediaan materi di dalam kelas menjadi penting agar kelas dapat berfungsi
sebagai laboratorium
f)
Kebermaknaan didapatkan oleh siswa melalui observasi dan inferensi serta
melalui interaksi dengan siswa lain
g)
Guru tidak membatasi generalisasi yang dibuat oleh siswa.
h)
Guru mendorong siswa untuk mengkomunikasikan generalisasi yang dibuat sehingga
dapat bermanfaat bagi semua siswa dalam kelas.
C. Prinsip-prinsip Penggunaan
Strategi Pembelajaran Inkuiri
Strategi pembelajaran inkuiri merupakan strategi yang menekankan kepada pengembangan
intelektual anak.Perkembangan mental (intelektual) itu menurut Piaget
dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu maturation, physical experience, social
experience, dan equilibration (Sanjaya, 2009:198).
·
Maturation atau kematangan adalah proses perubahan fisiologis dan
anatomis, yaitu proses pertumbuhan fisik, yang meliputi pertumbuhan tubuh,
pertumbuhan otak, dan pertumbuhan sistem saraf. Pertumbuhan otak merupakan
salah satu aspek yang sangat berpengaruh terhadap kemampuan berpikir
(intelektual) anak. Otak bisa dikatakan sebagai pusat atau sentral perkembangan
dan fungsi kemanusiaan.
·
Physical experience adalah tindakan-tindakan fisik yang
dilakukan individu terhadap benda-benda yang ada di lingkungan sekitarnya. Aksi
atau tindakan fisik yang dilakukan individu memungkinkan dapat mengembangkan
aktivitas/daya pikir. Gerakan-gerakan fisik yang dilakukan pada akhirnya akan
bisa ditransfer menjadi gagasan-gagasan atau ide-ide. Oleh karena itu, proses
belajar yang murni tidak akan terjadi tanpa adanya pengalaman-pengalaman.
·
Social experience adalah aktivitas dalam berhubungan
dengan orang lain. Melalui pengalaman sosial, anak bukan hanya dituntut untuk
mempertimbangkan atau mendengarkan pandangan orang lain, tetapi juga akan
menumbuhkan kesadaran bahwa ada aturan lain di samping aturannya sendiri. Ada
dua aspek pengalaman sosial yang dapat membantu perkembangan intelektual. Pertama,
pengalaman sosial akan dapat mengembangkan kemampuan berbahasa. Kemampuan
berbahasa ini diperoleh melalui percakapan, diskusi, dan argumentasi dengan orang
lain. Aktivitas-aktivitas semacam itu pada gilirannya dapat memunculkan
pengalaman-pengalaman mental yang memungkinkan atau memaksa otak individu untuk
bekerja. Kedua, melalui pengalaman sosial anak akan mengurangi egocentric-nya.
Sedikit demi sedikit akan muncul kesadaran bahwa ada orang lain yang
mungkin berbeda dengan dirinya. Pengalaman semacam itu sangat bermanfaat untuk
mengembangkan konsep mental seperti misalnya kerendahan hati, toleransi,
kejujuran etika, moral, dan lain sebagainya.
·
Equilibration adalah proses penyesuaian antara pengetahuan yang sudah ada
dengan pengetahuan baru yang ditemukannya. Adakalanya anak dituntut untuk
memperbarui pengetahuan yang sudah terbentuk setelah menemukan informasi baru
yang tidak sesuai.
Atas dasar penjelasan di atas, penggunaan strategi pembelajaran inkuiri
mengandung beberapa prinsip berikut.
a. Berorientasi
pada pengembangan intelektual
Tujuan
utama dari strategi inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir. Dengan
demikian , strategi pembelajaran ini selain berorientasi pada hasil belajar
juga berorientasi pada proses belajar. Karena itu, kriteria keberhasilan dari
proses pembelajaran dengan menggunkan strategi inquiri bukan ditentukan sejauh
mana siswa dapat menguasai materi pelajaran, akan tetapi sejauh mana siswa
beraktivitas mencari dan menemukan.
b. Prinsip
Interaksi
Proses
pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antara siswa
maupun interaksi siswa dengan guru bahkan antara siswa dengan lingkungan.
Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai
sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu
sendiri.
c. Prinsip
Bertanya
Peran
guru yang harus dilakukan dalam menggunkaan model inkuiri adalah guru sebagai
penanya. Sebab kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya
sudah merupakan sebagian dari proses berpikir.
d. Prinsip
Belajar untuk Berpikir
Belajar
bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses
berpikir (learning how to think) yakni proses mengembangkan potensi
seluruh otak, baik otak kiri maupun otak kanan. Pembelajaran berpikir adalah
pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal.
e. Prinsip
Keterbukaan
Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang
menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan
kebenarannya.Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan
kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran
hipotesis yang diajukan.
D.Tujuan Pembelajaran Inkuiri
Tujuan utama pembelajaran strategi
inkuiri adalah menolong siswa agar dapat mengembangkan disiplin intelektual dan
keterampilan berpikir dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan
jawaban atas dasar rasa ingin tahu para siswa. Strategi pembelajaran inkuiri
merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada siswa (student
centered approach). Dalam penerapannya, strategi pembelajaran inkuiri akan
efektif apabila:
(1) Guru mengharapkan siswa dapat menemukan
sendiri jawaban dari suatu permasalahan yang ingin dipecahkan.
(2) Bahan pembelajaran yang akan diajarkan tidak
terbentuk fakta atau konsep yang sudah jadi, akan tetapi sebuah simpulan yang
perlu pembuktian.
(3) Proses pembelajaran berangkat dari rasa
ingin tahu siswa terhadap sesuatu.
(4) Guru akan mengajar pada sekelompok siswa
yang rata-rata memiliki kemauan dan kemampuan berpikir.
(5) Jumlah siswa yang belajar tidak terlalu
banyak sehingga bisa dikendalikan oleh guru.
(6) Guru memiliki waktu yang cukup untuk
menggunakan pendekatan yang berpusat pada siswa.
Metode pembelajaran inkuiri di samping mengantarkan siswa
pada tujuan instruksional tingkat tinggi, tetapi dapat juga memberi tujuan
iringan ( nutrunant effect ) sebagai berikut:
1)
Memperoleh keterampilan untuk memproses secara Ilmiah ( mengamati, mengumpulkan
dan mengorganisasikan data,mengidentifikasikan variabel, merumuskan, danmenguji
hipotesis, serta mengambil kesimpulan ).
2)
Lebih berkembangnya daya kreativitas anak.
3)
Belajar secara mandiri.
4)
Lebih memahami hal-hal yang mendua.
5)
Perolehan sikap ilmiah terhadap ilmu pengetahuan yang menerimanya secara
tentatif (Gulo, 2002:101)
E. Langkah Pelaksanaan Strategi Pembelajaran Inkuiri
Secara
umum proses pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri dapat
mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.
1. Orientasi
2. Merumuskan masalah
3. Mengajukan hipotesis
4. Mengumpulkan data
5. Menguji hipotesis
6. Merumuskan simpulan
1. Orientasi
Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran
yang responsive. Pada langkah ini guru melakukan kegiatan-kegiatan
berikut.
(1) Mengondisikan siswa agar siap melaksanakan proses pembelajaran.
(2)
Merangsang dan mengajak siswa untuk berpikir memecahkan masalah.
(3) Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil
belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa.
(4) Menjelaskan pokok-pokok kegiatan
yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan (Pada tahap ini
dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan setiap langkah, mulai langkah
merumuskan masalah sampai dengan merumuskan simpulan).
(5) Menjelaskan kepada siswa tentang
pentingnya topik dan kegiatan belajar.
2. Merumuskan Masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang
mengandung teka-teki.Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang
siswa untuk berpikir memecahkan teka-teki itu. Beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam merumuskan masalah, di antaranya adalah:
(1) Masalah hendaknya dirumuskan sendiri oleh siswa.
(2) Masalah yang dikaji adalah masalah yang mengandung teka-teki
yang jawabannya pasti.
(3) Konsep-konsep dalam masalah adalah konsep-konsep yang
sudah diketahui terlebih dahulu oleh siswa.
3. Merumuskan Hipotesis
Siswa
perlu menyadari bahwa pada dasarnya semua pengetahuan bersifat tentatif.Tidak
ada kebenaran yang bersifat mutlak tetpi kebenarannya selalu bersifat
sementara.Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang
sedang dikaji.Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji
kebenarannya.Oleh sebab itu, potensi untuk mengembangkan kemampuan menebak pada
setiap individu harus dibina. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk
mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan
mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat
merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan
kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji.
4. Mengumpulkan Data
Mengumpulkan data adalah aktivitas
menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan.Tugas
dan peran guru dalam tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
dapat mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan.
5. Menguji Hipotesis
Penggunaan fakta sebagai evidensi;
Di dalam kelas dibicarakan validitas dan reliabilitas tentang fakta sebagaimana
dituntut dalam pengujian hipotesis pada umumnya.Menguji hipotesis adalah proses
menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi
yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Yang terpenting dalam menguji
hipotesis adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan.Di
samping itu, menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan
berpikir rasional.
6. Merumuskan Simpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses
mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis.
Merumuskan simpulan merupakan puncak kegiatan dalam proses pembelajaran. Oleh
karena itu, untuk mencapai simpulan yang akurat sebaiknya guru mampu
menunjukkan pada siswa data mana yang relevan.
F.Ciri-ciri Strategi Pembelajaran
Inkuiri
1)
Strategi inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk
mencari dan menemukan. Artinya strategi inkuiri menempatkan siswa sebagai
subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai
penerima pelajaran melalui penjelasan guru secaraverbal, tetapi mereka berperan
untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri.
2)
Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan
jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat
menumbuhkan sikap percaya diri {self belief). Dengan demikian, strategi
pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi
sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Aktivitas pembelajaran
biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru dan siswa. Karena itu
kemampuan guru dalam menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam
melakukan inkuiri.
3)
Tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan
kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan
kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental.
Dengan
demikian, dalam strategi pembelajaran inkuiri siswa tak hanya dituntut untuk
menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan
potensi yang dimilikinya. Manusia yang hanya menguasai pelajaran belum tentu
dapat mengembangkan kemampuan berpikir secara optimal. Sebaliknya, siswa akan
dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya manakala ia bisa menguasai materi
pelajaran.
Strategi
pembelajaran inkuiri merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang
berorientasi kepada siswa (student centered approach).Dikatakan
demikian, sebab dalam strategi ini siswa memegang peran penting yang sangat
dominan dalam proses pembelajaran.
G. Peranan Pembelajaran Inkuiri
Pelaksanaan penggunaan metode
pembelajaran inkuiri mempunyai peranan penting baik bagi guru maupun para
siswaantara lain sebagai berikut:
1).
Menekankan kepada proses perolehan informasi oleh siswa.
2).Membuat
konsep diri siswa bertambah dengan penemuan- penemuan yangdiperolehnya.
3).Memiliki
kemampuan untuk memperbaiki dan memperluas penguasaan keterampilan dalam proses
memperoleh kognitif para siswa.
4).Penemuan-penemuan
yang diperoleh siswa dapat menjadi kepemilikannya dan sangat sulit
melupakannya.
5).Tidak
menjadikannya guru sebagai satu-satunya sumber belajar, karena siswa belajar
dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar
f.Sasaran
Pembelajaran Inkuiri
Sasaran
utama dalam kegiatan pembelajaran pada metode pembelajaran inkuiri, adalah:
1)
Keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar; Kegiatan
belajar disini adalah kegiatan mental intelektual dan sosial emosional.
2)
Keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pengajaran.
3)
Mengembangkan sikap percaya padadiri sendiri ( self-belief ) pada diri siswa
tentang apa yang ditemukan dalamproses pembelajaran inkuiri.
H. Keunggulan dan Kelemahan Strategi Pembelajaran Inkuiri
1. Keunggulan
Strategi pembelajaran inkuiri
merupakan strategi pembelajaran yang banyak dianjurkan sebab strategi ini
memiliki beberapa keunggulan, di antaranya:
a. Strategi pembelajaran inkuiri merupakan strategi pembelajaran yang
menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara
seimbang, sehingga pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna.
b. Strategi pembelajaran inkuiri dapat memberikan ruang kepada siswa
untuk belajar sesuai dengan gaya belajar yang dikehendaki.
c. Strategi pembelajaran inkuiri merupakan strategi yang dianggap sesuai
dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah
proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.
d. Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini dapat melayani
kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan unggul.
2. Kelemahan
Di
samping memiliki keunggulan, strategi pembelajaran inkuiri juga mempunyai kelemahan,
di antaranya:
a. Jika strategi pembelajaran inkuiri digunakan sebagai strategi
pembelajaran, maka akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.
b. Strategi ini sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena
terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar.
c. Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang
panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah
ditentukan.
d. Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa
menguasai materi pelajaran, maka strategi pembelajaran inkuiri akan sulit diimplementasikan
oleh setiap guru
I.Hambatan-hambatan Implementasi Strategi Pembelajaran
Inkuiri
Dalam
implementasinya,strategi pembelajaran inkuiri memiliki
hambatan-hambatan.Hambatan-hambatan itu adalah sebagai
berikut.
1. strategi pembelajaran
inkuirimerupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses berpikir
yang bersandarkan kepada dua sayap yang sama pentingnya, yaitu proses belajar
dan hasil belajar. Selama ini guru yang sudah terbiasa dengan pola pembelajaran
sebagai proses menyampaikan informasi yang lebih menekankan kepada hasil belajar,
banyak yang merasa keberatan untuk mengubah pola mengajarnya, bahkan ada guru
yang menganggap bahwa strategi pembelajaran inkuiri sebagai strategi yang tidak
mungkin dapat diterapkan karena tidak sesuai dengan budaya dan sistem pendidikan
di Indonesia. Sifat guru cenderung konvensional, sulit untuk menerima
pembaruan-pembaruan.
2. sejak lama tertanam dalam budaya
belajar siswa bahwa belajar pada dasarnya adalah menerima materi pelajaran dari
guru. Para guru dianggap sebagai sumber belajar yang utama. Budaya
belajar semacam itu sudah lama terbentuk dan menjadi kebiasaan
3. berhubungan dengan sistem pendidikan
di Indonesia yang dianggap tidak konsisten. Misalnya, sistem pendidikan
menganjurkan bahwa proses pembelajaran sebaiknya menggunakan pola pembelajaran
yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir melalui pendekatan student
active learning atau yang dikenal dengan CBSA, atau melalui anjuran
penggunaan kurikulum berbasis kompetensi (KBK), namun di lain pihak sistem
evaluasi yang masih digunakan misalnya sistem ujian akhir nasional (UAN) yang
hanya berorientasi pada pengembangan aspek kognitif dan hasil belajar. Keadaan
ini dapat menambah kebingungan guru sebagai pelaksana di lapangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar